Be the first to review “MERENGKUH KELUH” Batalkan balasan
MERENGKUH KELUH
Rp 75000
Penulis:
–Indah Lestari | Inara Yunita | Arfian Chaidir |Dhea | Gieya–
–Cak Min Al Kindius | Alvaros Arfin | Nio Zaharani | Arby–
–Yulianik | | Isma Abdulloh | Laila RI | Sukartini | Liya Ismiati–
–Winarto | Tsania Ninda | Lilis Fauziah | Ta’lina | Endah Ning–
–Putry Kartika | Bima Hidayat | Nida Izzatul Jannah–
–Hening Sofia | Lilik Mardhiyah | Wazirotus Sa’adah–
Ilustrasi Sampul
Silvia Rahmawati
Penyunting
Inara Yunita, Tsania Ninda, Indah Lestari, Bima Hidayat, Laila RI, Liya Ismiati
Tata Letak
Rumah Embrio Publisher
Cetakan 1, Oktober 2022
QRCBN: 62-391-9966-515
x + 220 Hlm; 14 cm x 20 cm
Merengkuh Keluh: Karya-Karya Kritis nan Ritmis
Dwifungsi karya sastra menurut Horace mencakup dua aspek, yakni kandungan pesan serta balutan keindahan. Dua hal inilah yang saya rasakan ketika membaca antologi Merengkuh Keluh. Pesan-pesan terselip lewat kritik reflektif tentang realita-realita sosial yang ada di sekitar penulisnya, sedangkan bahasa-bahasa indah ditampilkan lewat susunan kata-kata ritmis. Sebut saja cerpen berjudul Senja di Sosrodilogo yang mengkritik ihwal konstruksi patriarki yang tak kunjung henti⸻perempuan masih belum beranjak dari urusan 3M: macak, manak, masak. Juga cerpen berjudul Terpasung Gandrung yang sudah memikat sejak judul gegera pola ritmis –ung di tiap akhir kata.
Selain beberapa cerpen, antologi Merengkuh Keluh juga menghadirkan beberapa judul puisi. Satu di antaranya adalah puisi berjudul Keberagaman yang terasa bening sekaligus hening kala dibaca. Bening karena membawa pembacanya kepada yang paling sejati, Sang Maha Kasih. Sementara hening karena larik-lariknya menyisakan perenungan tak berkesudahan, seperti Mengapa terlahir pembeda? Saat kita sama-sama lahir telanjang. Kutipan singkat ini berhasil membuat saya termenung lama, bahwa manusia memang kerap membeda-bedakan hal yang seharusnya tak layak dibeda-bedakan.
Akhir kata: sesuai dengan namanya, antologi Merengkuh Keluh memang menarik untuk dicicipi sembari meminum kopi di kala pagi sebagai penyadar bahwa sudah saatnya keluh direngkuh dengan sungguh-sungguh.
Surabaya, 19 Agustus 2022
(Akhmad Idris)
-Dosen, Penulis kumplan esai “Wasiat Nabi Khidir untuk Rakyat Indonesia”,
Penulis puisi “Rindu Palestina 3”-
Reviews (0)
Categories: Kumpulan Cerpen, Puisi
Reviews
There are no reviews yet.